Kamis, 18 November 2010

UNTITLED

keduanya menghadapkan wajah ke arah titik yang sama, seolah menunggu suara mengalun, membawa jawaban akan sebuah pertanyaan.
dengan sebuah gerak kepala tanda ketidaksetujuan, mereka kembali mengarahkan pandang ke hamparan laut itu, tiada berniat berpindah tempat menjauh-mendekat.
melihatnya bergantian, membuat situasi saat itu menjadi suatu penglihatan akan hadirnya sebuah pilihan.
makhluk mana yang tiada berbunga berada di tengah kesempurnaan?
namun, tertunduk memeriksa ruang hati tidak lagi menghadirkan kenyamanan seperti di mula.
tidak semua jiwa mampu merasakan hal yang sama, meskipun ia mencoba melompat menggapai awan itu dan berusaha menyelami lautan perasaan di bawah sana dari sudut pandang yang berbeda.
tarian ujung jari terhenti melukis bentuk luapan dasar ruang degup, berlanjut mengarah ke tengah padang malam.
tengadah pandang menuju serbuk bintang, hamparan rumput penuh embun menyentuh citra peraga.
dalam ketidaksadaran akan celoteh bahagia-sedihnya, tertangkap mereka tiada jua beranjak menikmati panorama indah dunia dari sisi lain.
tampak semu bentuk harapnya sama, tiada beda.
mungkin jika pandang memperhatikan, jalan merekalah titiknya.
satu, dengan yakin menggenggam besarnya semua ingin, menarik kuat ke arah pilihannya.
namun, satu gerakan sesal membuatnya tampak melepas segalanya dengan sengaja, tiada perlawanan.
hanya rangkaian kata yang ia hadiahkan, meninggalkan lubang luka lebih dalam.
dua, dengan berjuta serah diri, memberikan kesempatan bagi mimpinya untuk mengungkap semua rasa serta angan dan harap tanpa batas.
mencoba menyampaikan harapnya setenang gulir ombak kecil biru itu.

menghadap jurang terjal, pandang melihat mereka mulai berdiri, menghadapkan diri ke arah pilihannya, kemudian bersiap melangkahkan asa menuju citanya masing-masing.
seolah waktu terhenti, tercipta roman dimana egois terjerat dalam satu keindahan latar, memaksa berdiri dan berjalan mendekat untuk melangkah bersama.
sinar pagi surya mengantar sadar, memandang ragu dua pribadi yang menanti terlontarnya ucap harap pembuka susah-senang masa depan, menghadirkan serangkai kata putih dengan kibasan gaun tertiup angin laut.

"Jika semua perasaan harus diucapkan melalui kata, jangan gunakan telingamu untuk mendengar, tapi rasakan dan periksa hatimu untuk mengetahui apa yang telah aku teriakkan.. karna ucap tak selamanya berarti tanpa sebuah tindakan dan pengorbanan tulus dari hati", katanya seraya membalikkan tubuhnya, kemudian melangkahkan kaki, berjalan pergi.

mendengarnya, satu pasang mata menoleh, menunjukkan arah pandang kecewa, kemudian tertunduk, tidak lagi berlari mendekat untuk memberi waktu pada mimpinya.
sedangkan yang lain terdiam penuh rahasia, tetap berdiri, tiada gerak selain genggaman tangan yang semakin mengerat.
entah apa makna bahasanya, telah terpilih mengakhiri segalanya, mengiringi yang menunduk tak menghadirkan jawab, berjalan semakin menjauh..


.....tanpa perlu terucap dalam kata, tulus tidaknya senyum serta terang redup tatapannya pun sudah akan menggambarkan dengan jelas seberapa berartinya kamu untuk hatinya.....

by.agnes.schoggers 3/11/10